Alih-alih mengandung semangat Ramadan, acara-acara itu dianggap KPI justru sarat akan makian dan celaan. KPI pun menilai adanya potensi pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), terutama yang menyangkut Pasal 9 SPS.
Pasal itu berbicara mengenai penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan.
“Selain tiga pasal tadi, KPI juga melihat adanya pelanggaran atas penggolongan program siaran dengan klasifikasi remaja,” kata Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Dewi Setyarini dalam keterangan tertulisnya.
Ia menilai program-program itu tidak pantas untuk remaja. Program juga tidak cocok dikaitkan dengan Ramadan karena lawakannya sering disengaja untuk merendahkan orang lain.
Sayangnya, KPI tidak berhak melarang atau mencabut izin tayang program dari televisi yang bersangkutan. KPI hanya berwenang memberi rekomendasi pada kementerian terkait.
Fenomena banyaknya tayangan Ramadan yang tidak mendidik dan tidak bernapaskan religi, sebelumnya sudah dilihat oleh pengamat sekaligus Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan. Ia menilai mutu tayangan di era milenium ini semakin buruk.
Salah satu alasannya, acara yang demikian itu murah biaya produksinya. Syuting di dalam studio dengan berbagai properti yang menampilkan logo dan produk sponsor utama, para bintang menyuguhkan sketsa atau cerita pendek dengan menonjolkan sisi lawak.
Acara itu dihadiri puluhan hingga ratusan penonton, serta disiarkan secara langsung.
Namun jika ingin menuju lebih baik, stasiun televisi harus mulai menampilkan tayangan yang berkualitas meski biaya produksinya lebih tinggi. "Kalau begitu [lawak dan hura-hura tanpa esensi] terus, televisi akan semakin ditinggalkan oleh publik," ujar Hikmat menegaskan. (rsa)
No comments:
Post a Comment