KPI Anggap 'Pesbukers Ramadhan' Sarat Makian dan Celaan - pantomim Pan -Tomim

Saturday, June 17, 2017

KPI Anggap 'Pesbukers Ramadhan' Sarat Makian dan Celaan

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan beberapa program yang melanggar aturan saat mengevaluasi tayangan Ramadan. Melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, empat program yang disebut melanggar termasuk Sahurnya OVJ yang ditayangkan di Trans 7, Pesbukers Ramadhan dan Sahurnya Pesbukers dari ANTV, serta Keluarga Gunarso di Indosiar.

Alih-alih mengandung semangat Ramadan, acara-acara itu dianggap KPI justru sarat akan makian dan celaan. KPI pun menilai adanya potensi pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), terutama yang menyangkut Pasal 9 SPS.

Pasal itu berbicara mengenai penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan.

Selain itu, KPI juga melihat adanya potensi pelanggaran terhadap Pasal 15 tentang perlindungan anak dan remaja. Pasal 17 mengenai perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu juga tidak diindahkan keempat program yang isinya kebanyakan candaan itu.

“Selain tiga pasal tadi, KPI juga melihat adanya pelanggaran atas penggolongan program siaran dengan klasifikasi remaja,” kata Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Dewi Setyarini dalam keterangan tertulisnya.

Ia menilai program-program itu tidak pantas untuk remaja. Program juga tidak cocok dikaitkan dengan Ramadan karena lawakannya sering disengaja untuk merendahkan orang lain.

Program-program itu, menurut catatan KPI sebenarnya sudah pernah mendapat teguran pada Ramadan sebelumnya. Namun tahun ini program itu tetap menampilkan hal yang sama. Dewi pun hanya bisa meminta pengelola televisi lebih bisa mengedukasi masyarakat dengan positif.

Sayangnya, KPI tidak berhak melarang atau mencabut izin tayang program dari televisi yang bersangkutan. KPI hanya berwenang memberi rekomendasi pada kementerian terkait.

Fenomena banyaknya tayangan Ramadan yang tidak mendidik dan tidak bernapaskan religi, sebelumnya sudah dilihat oleh pengamat sekaligus Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan. Ia menilai mutu tayangan di era milenium ini semakin buruk.

“Tren lawak dan hiburan di televisi sejak awal 2000-an ini semakin menonjolkan lawakan-lawakan yang asal ramai dan berisik, sehingga aspek kesahajaan dan kekhusyukan ibadah sama sekali tidak tercermin pada umumnya tayangan Ramadan di televisi kita," katanya.

Salah satu alasannya, acara yang demikian itu murah biaya produksinya. Syuting di dalam studio dengan berbagai properti yang menampilkan logo dan produk sponsor utama, para bintang menyuguhkan sketsa atau cerita pendek dengan menonjolkan sisi lawak.

Acara itu dihadiri puluhan hingga ratusan penonton, serta disiarkan secara langsung.

“Lebih bagus jika lebih banyak fitur tentang keragaman budaya Islam selama Ramadan di negeri ini. Tapi itu pasti dianggap mahal oleh stasiun-stasiun televisi kita. Lebih murah bikin acara hura-hura di studio, sering isinya malah joget-joget yang tidak ada hubungannya dengan nilai-nilai Ramadan," ujar Hikmat menilai lebih lanjut.

Namun jika ingin menuju lebih baik, stasiun televisi harus mulai menampilkan tayangan yang berkualitas meski biaya produksinya lebih tinggi. "Kalau begitu [lawak dan hura-hura tanpa esensi] terus, televisi akan semakin ditinggalkan oleh publik," ujar Hikmat menegaskan. (rsa)

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment